Rabu, 30 Mei 2012

SISWA SMU BUTUH SOSIALISASI REMAJA USIA KAWIN

by Ka' Atok


Seiring kemajuan zaman dan teknologi informasi yang menjulang langit, justru membawa konsekuensi tersendiri. Seiring dengan itu, pengetahuan kita tentang hal-hal yang tak masuk akal pun kian muncul ke permukaan. Diantaranya, fenomena perkawinan di bawah umur (pernikahan dini), ternyata masih marak terjadi.
Sebaliknya, boleh jadi salah satu pemicu terjadinya nikah di bawah umur justru akibat dari kemajuan zaman dan teknologi media informasi. Apapun pemantiknya,  nikah di bawah umur adalah fenomena sosial budaya yang tidak masuk akal karena pelaku sekaligus korban, sesuai peraturan perundangan masih dalam kategori usia anak-anak.
Perkawinan pada anak-anak adalah melembagakan tindakan merenggut kebebasan masa anak-anak atau remaja untuk memperoleh haknya. Tepatnya hak dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (pasal 1 ayat 2 UU No 23 Tahun 2002).
Anak-anak sebagai korban sekaligus pelaku seringkali terkurung pelbagai justifikasi perkawinan bawah umur yang bisa datang dari orangtua, hakim pengadilan agama, tokoh agama, tokoh masyarakat adat, dan tak jarang juga atas inisiatif pelaku sendiri.
Ketiadaan kesadaran hukum yang kemudian mentradisi juga menjadikan pernikahan di bawah umur suatu solusi. Pergaulan bebas yang berbuah kehamilan di luar nikah, misalnya, menjadikan perkawinan sebagai cara untuk menutup aib keluarga. Seringkali keadaan ini disokong oleh pejabat kantor urusan agama, yang menyakini bila tak segera dinikahkan pasangan-pasangan seperti itu cenderung menafikan norma agama dan perzinahan merajalela.
Hal tersebut menjadi inspirasi bagi para pemerhati dan pembina keluarga sakinah khususnya KUA Kecamatan Candimulyo, berupaya melakukan advokasi dalam bentuk Sosialisasi Remaja Usia Kawin pada civitas akademika SMUN 1 Candimulyo Selasa 8 Mei 2012 dengan nara sumber Atok Rahman Hakim,S.H.I Penyuluh Agama Islam dan Susyarto,SH  Penghulu KUA Kecamatan Candimulyo.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan dasar dan wawasan tentang Undang-undang Perkawinan PP. No. 1 tahun 1974 secara umum dengan difokuskan pada pemahaman batas minimal usia perkawinan. Juga disampaikan efek negatif dari pernikahan dini yang banyak menyebabkan permasalahan baik bersifat psikologis, sosial, ekonomi dan budaya. Lebih jauh upaya membangun rumah tangga di atas pondasi kesehatan mental yang rapuh, berbuntut tanda Tanya besar, bagaimana seorang di usia yang seharusnya masih mendapat bimbingan dalam menjalani kehidupan, kebebasan dalam berekpresi yang sesuai tingkat kecerdasannya, dan memperoleh pendidikan untuk menjadi tunas, potensi, dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan, kemudian diberikan tanggungjawab dan kewajiban untuk menjadi suami-istri?, demikian disampaikan Atok Rahman Hakim,SHI didepan 50 siswa pengurus OSIS dan anggota Majlis Perwakilan Kelas (MPK) SMUN Candimulyo Kabupaten Magelang.                
Kegiatan ini rencana akan digelar secara roadshow dibeberapa lembaga pendidikan SMU dan remaja masjid diwilayah Kecamatan Candimulyo dengan memanfaatkan realisasi dana DIPA Kementerian Agama Kabupaten Magelang tahun 2012. Panitia berharap hal ini juga dilakukan di 21 binaan KUA se Kabupaten Magelang dengan asas visi Kementerian Agama Kabupaten Magelang yaitu terwujudnya masyarakat Kabupaten Magelang yang Agamis maju, sejahtera dan cerdas serta saling menghormati.
Share READ MORE - SISWA SMU BUTUH SOSIALISASI REMAJA USIA KAWIN

Selasa, 29 Mei 2012

It's So SIMPLE..!


  • Ada seseorang saat melamar kerja, memungut sampah kertas di lantai ke dalam tong sampah, dan hal itu terlihat oleh peng-interview, dan dia mendapatkan pekerjaan tersebut. Ternyata untuk memperoleh penghargaan sangat mudah, cukup memelihara kebiasaan yang baik.
  • Ada seorang anak menjadi murid di toko sepeda. Suatu saat ada seseorang yang mengantarkan sepeda rusak untuk diperbaiki di toko tsb. Selain memperbaiki sepeda tsb, si anak ini juga membersihkan sepeda hingga bersih mengkilap. Murid-murid lain menertawakan perbuatannya. Keesokan hari setelah sang empunya sepeda mengambil sepedanya, si adik kecil ditarik/diambil kerja di tempatnya. Ternyata untuk menjadi orang yang berhasil sangat mudah, cukup punya inisiatif sedikit saja
  • Seorang anak berkata kepada ibunya: “Ibu hari ini sangat cantik. Ibu menjawab: “Mengapa? Anak menjawab: “Karena hari ini ibu sama sekali tidak marah-marah. Ternyata untuk memiliki kecantikan sangatlah mudah, hanya perlu tidak marah-marah.
  • Seorang petani menyuruh anaknya setiap hari bekerja giat di sawah. Temannya berkata: “Tidak perlu menyuruh anakmu bekerja keras, Tanamanmu tetap akan tumbuh dengan subur. Petani menjawab: “Aku bukan sedang memupuk tanamanku, tapi aku sedang membina anakku. Ternyata membina seorang anak sangat mudah, cukup membiarkan dia rajin bekerja.
  • Seorang pelatih bola berkata kepada muridnya: “Jika sebuah bola jatuh ke dalam rerumputan, bagaimana cara mencarinya? Ada yang menjawab: “Cari mulai dari bagian tengah.” Ada pula yang menjawab: “Cari di rerumputan yang cekung ke dalam.” Dan ada yang menjawab: “Cari di rumput yang paling tinggi. Pelatih memberikan jawaban yang paling tepat: “Setapak demi setapak cari dari ujung rumput sebelah sini hingga ke rumput sebelah sana . Ternyata jalan menuju keberhasilan sangat gampang, cukup melakukan segala sesuatunya setahap demi setahap secara berurutan, jangan meloncat-loncat.
  • Katak yang tinggal di sawah berkata kepada katak yang tinggal di pinggir jalan: “Tempatmu terlalu berbahaya, tinggallah denganku.” Katak di pinggir jalan menjawab: “Aku sudah terbiasa, malas untuk pindah.” Beberapa hari kemudian katak “sawah” menjenguk katak “pinggir jalan” dan menemukan bahwa si katak sudah mati dilindas mobil yang lewat. Ternyata sangat mudah menggenggam nasib kita sendiri, cukup hindari kemalasan saja.
  • Ada segerombolan orang yang berjalan di padang pasir, semua berjalan dengan berat, sangat menderita, hanya satu orang yang berjalan dengan gembira. Ada yang bertanya: “Mengapa engkau begitu santai?” Dia menjawab sambil tertawa: “Karena barang bawaan saya sedikit.” Ternyata sangat mudah untuk memperoleh kegembiraan, cukup tidak serakah dan memiliki secukupnya saja
Share READ MORE - It's So SIMPLE..!

Selasa, 08 Mei 2012

Sekularisasi Agama, Liberalisme, Kapitalisme Ekonomi, Gaya Hidup Hedonis

Oleh Adian Husaini

Setelah sekularisasi kehidupan dari campur tangan agama, seluruh sudut kehidupan yang menyangkut hubungan antar manusia dan hubungan manusia dengan alam dibersihkan dari peran agama. Yang tersisa dari agama tinggal hubungan individu manusia dengan tuhan-nya.
Sekularisasi memantik perubahan tatanan kemasyarakatan dari pola komunal ke arah pola individual dengan semangat liberal dan pengagungan terhadap kebebasan individu secara mutlak. Kadang-kadang bahkan sangat ekstrem. Jangan heran jika di negara-negara yang menerapkan sekularisme-liberal secara pure seperti negara-negara Skandinavia, di ruang kuliah ketika dosen tengah menyampaikan kuliah di hadapan mahasiswa, di belakang ada sepasang mahasiswa-mahasiswi yang bercumbu. Pada kasus yang lain, ketika sepasang manusia bercumbu di rerumputan taman di pusat kota, mereka tidak dipersalahkan karena perbuatan asusila-nya, tetapi dituntut lantaran merusakkan rerumputan taman.


Jika hal itu kita teropong dengan pertimbangan syari’at dan akhlaq sebagai alat ukur dan cara pandang, betapa asingnya tata nilai yang meraka anut dengan tata-nilai Islam yang kita yakini. Kalau kita tidak merasakan keasingan itu, berarti kita telah terkontaminasi debu-debu sekularisme-liberal.
Tak ada tempat bagi manusia sekuler, penghargaan terhadap tampilan kesalehan di ruang publik. Sebaliknya juga tak ada celaan bagi tampilan ketidak-senonohan yang diperagakan di ruang publik sepanjang tidak mengganggu orang lain dan tidak merusak lingkungan.


Konsekuensi Logis
Ketika kasus pornografi marak berhembus di tengah masyarakat, tentunya dengan asumsi penyebaran kemesuman tersebut mayoritas melanda ummat Islam berdasarkan logika karena mayoritas penduduk negara ini adalah ummat Islam, tatkala akan diselesaikan dengan pendekatan hukum mengalami kesulitan. Mengapa? Landasan hakiki hukum yang diterapkan di masyarakat bekas jajahan Belanda ini adalah sistem hukum sekuler yang kafir. Nafas hukum itu sendiri kufur. Jadi bagaimana mungkin akan diharapkan untuk berpihak melindungi masyarakat Islam.

Sementara, jika hal itu ditilik dari sudut pandang hukum syari’at pun, persoalan itu kesulitan untuk dipecahkan ; ketiadaan pengakuan, kesulitan kesaksian jika dikenakan syarat persaksian hadd az-zina yang mensyaratkan 4 [empat] saksi harus berada pada tingkat keyakinan tanpa keraguan sama sekali menyaksikan kejadian itu sebagaimana mereka menyaksikan timba masuk ke dalam sumur. Kesaksian itu juga tidak dapat diwakili dengan gambar-gambar hasil pemotretan dari empat sudut pandang atau lebih, tidak juga dapat diwakili dengan rekaman gambar hidup alias video. Mengharapkan pengakuan dari para pelaku kemesuman tersebut secara suka rela, hampir mustahil, karena pengakuan suka rela biasanya disertai dengan kerelaan penerimaan hukum, pertobatan dilandasi harapan untuk terbebas dari balasan di akherat dengan menjalani hukuman dunia.
Padahal tersebarnya gambar tersebut di tengah masyarakat merupakan serbuan dekadensi akhlaq yang tidak lagi tertutup [sirri] tetapi sudah terbuka dan terang-terangan [‘alaniyah]. Tindakan yang mengundang datangnya murka Allah secara umum, tak sekadar menimpa pelaku [yang mungkin mungkir] oknum yang menyebarkannya, atau yang mengunduhnya di internet. Bahkan masyarakat yang tidak tahu-menahu ujung-pangkal kemesuman itupun terancam terkena bencana yang ditimbulkan. Untuk melindungi masyarakat awam yang tidak menginginkan dekadensi moral itu, juga tak ada payung hukum yang jelas dan tegas. Perdebatan soal itu tak pernah menyentuh esensi persoalan yang menjamin masalah tersebut tidak terulang. Ya! Memang menyedihkan hidup di bawah sistem sekuler-kufur bagi seorang muslim yang masih memiliki kecemburuan terhadap agamanya.
Persoalannya, hal itu merupakan konsekuensi logis dari sebuah pilihan. Ketika suatu masyarakat memilih jalan hidup bagi komunitasnya, pengambilan itu berlaku dari hulu sampai hilir. Tidak bisa dan tidak logis ketika kita mengambil pilihan sekularisme kehidupan dari peran agama, sementara kita menolak konsekuensi logis yang ditimbulkan dan menyumpah-nyumpah terhadap akibat buruknya.

Urutan Logis Proses Kesejarahan
Di Eropa, setelah sekularisasi kehidupan dari peran agama, spirit masyarakat komunal yang merupakan ciri abad pertengahan di Eropa, berubah secara drastis ke arah kehidupan masyarakat yang bercirikan semangat individualisme dengan pengakuan terhadap hak-hak pribadi secara mutlak. Kebebasan memilih agama, kebebasan untuk memilih antara beragama atau tidak beragama, kebebasan dalam berpendapat, kebebasan dalam kepemilikan, kebebasan dalam ekspresi seni dan lain-lain, seluruh segi kehidupan berubah.

Kebebasan dalam bidang ekonomi mendorong tumbuhnya pemupukan modal di tangan orang-orang kaya pemilik modal, sementara sebagian besar masyarakat merupakan kelompok buruh yang tidak memiliki kesempatan untuk memiliki modal dan mengembangkannya. Dari proses perubahan ini, tumbuhlah di tengah masyarakat sekelompok kecil manusia yang mengontrol modal dan faktor-faktor produksi sehingga semakin kaya, di tangannya ter-akulmulasi kekayaan luar biasa. Small group yang kekayaannya terus membesar, setiap perputaran harta terus menggelembungkan kekayaannya seperti bola salju.
Mereka inilah sebagian kecil manusia yang merupakan produk lanjut sekularisme-liberal, kehidupannya terlepas dari kendali moralitas agama, disemangati oleh kebebasan, di tangannya tersedia harta kekayaan yang terus membesar. Tak ada konsep kebahagiaan di akherat yang dengannya mereka melakukan investasi dan saving bagi kehidupannya mendatang dengan kekayaan berlimpah itu. Jika mereka mengulurkan tangan untuk berbagi dengan orang-orang miskin, pertimbangannya sebatas tanggung jawab sosial, tak lebih. Bukan karena ingin memetik balasan yang lebih besar di akherat nanti, karena mereka skeptis terhadap adanya hari akhir atau bahkan mengingkarinya.

Karena tak ada konsep kebahagiaan hidup sesudah mati yang mereka yakini, tentu saja orientasi hidup mereka adalah menikmati harta kekayaan tersebut sepuas-puasnya di tempat ini [baca di dunia] secepat-cepatnya. Jika hal itu tidak mereka lakukan, mereka khawatir kehilangan waktu untuk menikmatinya dan akhirnya kesempatan itu hilang. Inilah yang terungkap dengan pepatah mereka yang terkenal, Nikmati bunga tersebut sepuas-puasnya hari ini, karena besok pagi bunga itu akan layu. Pandangan hidup seperti ini disinyalir oleh Allah di dalam firman-Nya :
Dan tentu mereka akan mengatakan (pula), hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan” [Al-An’aam : 29]


Gaya Hidup Hedonis
Menikmati dunia sepuasnya, setelah kunci-kunci kekayaan itu dibuka oleh Allah memang lebih ditakutkan oleh RasululLah shallalLaahu’alayhi wa sallam dibandingkan belitan kefakiran. Dalam salah satu makna sabda Beliau :
“Bukan kefaqiran yang aku takutkan menimpa kamu sekalian, akan tetapi yang lebih aku takutkan adalah ketika dihamparkannya kekayaan dunia terhadap kamu sekalian, kemudian kalian menikmati dunia itu sepuas-puasnya, kemudian kalian dihancurkan oleh Allah sebagaimana orang-orang sebelum kalian telah dibinasakan [HR Bukhari-Muslim].

Hedonisme merupakan tubir jurang paling tepi dari tahapan kehancuran jalan hidup materialisme. Kota Pompeei dan penduduknya yang dikubur oleh Allah lengkap dengan ekspresi mereka tatkala adzab datang dengan tiba-tiba, merupakan monumen peringatan bagi penempuh jalan ini jika mau mengambil pelajaran. (arrisalah.net)
Share READ MORE - Sekularisasi Agama, Liberalisme, Kapitalisme Ekonomi, Gaya Hidup Hedonis

FB